Maaf Selalu Merepotkan

 


Foto & edit: Gonsa Thundang
Lokasi: Ruteng dan sekitarnya

    
Ruang tunggu bagi kawanan hujan yang ingin berangkat ke bumi. Di sini, tersedia halte rindu dan berbagai jenis kendaraan yang akan siap menghantar hujan ke tempat tujuan mereka di bumi. Lalu hujan itu, menunggu seharian untuk berangkat. Dia lupa bahwa rombongannya seharusnya sudah sedari tadi berangkat menuju arah tenggara kota Ruteng.

 

    Sesekali coba menengok ke arah cakrawala apakah besoknya akan segera datang atau masih masih mempersiapkan bahan bakar dari uapan air dari dataran bumi yang jauh.

 

    Siang telah datang, bus dari  hujan itu belum juga datang. Dia mulai gelisa, mulai tidak tenang. Beberapa kali bolak-balik tanda tak tenang. Kemudian dia melirik ke bawah arah timur jam matahari menunjukkan tengah hari. Gelisanya bertambah apalag, ketika jadwal kedatangan dalam janjinya dengan seseorang di bumi adalah 14.30 wita, tepat di di bawah rindangnya pohon Langka di tengah kota yang jadwal kedatangan hujan nya kadang jelas kadang tidak.

 

    Dia coba melirik lagi ke arah timur halte tempat dia menunggu. Tak ada jua tanda-tanda kedatangan bus tersebut. Dia baru ingat bahwa di bagian sudut kanan halte, di bagian timur terdapat telpon umum yang bisa digunakan untuk menelpon.

 

    Dia coba merogo sesesuatu dalam totebagnya besar itu. Setelah beberapa saat mencari akhirnya dia menemukan notes kecil yang sering digunakan untuk menulis hal penting. “ketemu” hujannya dengan gembira. Ternyata dia menemukan nomor kontak yang akan dihubungi. Pelang dan perlahan dia memasukan uang koin, kemudian menekan beberapa digit nomor yang urutannya dimulai dari 0385 kode telepon daerah yang hanya terdapat di kota itu. 

 

    Telepon itu berdering. “halo, ini dengan siapa? Kata seseorang dari balik suara telepon, ini degan hujan, yang waktu itu singgah di rumah” hujan berkata dalam harapan agar panggilannya itu direspon dengan baik olehnya. “ow ia, maaf karena nomor ini tidak terdaftar dalam daftar buku teleponku. Apa yang bisa saya bantu?” Ujarnya. “bisakah engkau menjemputku? Aku berada di halte di atas langit kota bagian utara” ujar hujan. “di tempat biasa ya?” Bertanya dengan senyum.  “ia, aku tunggu di halte” ujar hujan.

 

    Senyum terpancar dari sorot wajahnya yang rada mendung itu. Kemudian sebuah kendaraan beroda doa itu tiba. “maaf karena lama menunggu lama” ujarnya, “tak masalah. Maaf selalu merepotkanmu.” 

 

    Kemudian mereka berangkat turun menuju halam kota itu. Itu adalah doaku untukmu.