Untuk segera bergegas pergi tidur,
Sedangkan malam baru saja terbangun,
Melamun dari tidurnya yang lelap gelap.
Embun menari di atas rerumputan,
Menunggu mentari yang malu-malu datang,
Sedangkan angin berbisik lirih,
Membawa mimpi-mimpi pada batas pagi.
Sedangkan Mama, sedari tadi memantik nafas,
Menghidupkan tiupan hidup pada bara,
Di tunggu masak rasa rumah,
Di mana wangi kayu bakar menyapa udara.
Tangan-tangan renta itu menggenggam asa,
Dalam alur pagi yang penuh cerita,
Menyulam kasih pada tiap hembusan,
Membangun dunia dari keheningan subuh.
Anak-anak masih terbaring diam,
Dalam selimut mimpi yang belum sirna,
Namun Mama sudah bersujud dalam hati,
Memohon pada langit agar hari tak mencuri lagi.
Perapian kecil menjadi saksi,
Kesetiaan seorang ibu pada pagi,
Mengisi ruang-ruang kosong waktu,
Dengan cinta yang tak pernah berujung.
Di luar, ayam berkokok memecah hening,
Mengabarkan fajar mulai membuka kelambu,
Tapi malam tetap memeluk rembulan,
Enggan melepas kekasihnya yang renta.
Mama tersenyum kecil di sudut dapur,
Menyambut pagi seperti sahabat lama,
Dalam sorot matanya tersimpan hangat,
Rahasia hidup yang tak pernah patah.
Saat pagi akhirnya merangkak naik,
Menyiramkan cahaya pada bilik-bilik rumah,
Mama menuntaskan sajak tanpa kata,
Dalam tiap sudut langkahnya yang tegas.
Pagi adalah panggung perjuangan,
Bagi ia yang hidupnya adalah lentera,
Menyinari ruang keluarga dengan cinta,
Mengalahkan lelah dengan rasa yang nyata.
Di halaman, bayangan pohon menari,
Mengikuti irama angin yang bebas,
Sedangkan Mama terus menyiapkan hari,
Dengan kekuatan yang tak pernah lepas.
Piring-piring ditata, secangkir kopi disuguh,
Menemani pagi yang tak pernah bohong,
Hingga malam datang menjemput kembali,
Membawa kisah baru yang telah terjalin.
Langit kini berubah menjadi biru pekat,
Menghapus jejak bintang yang berpendar,
Namun hati seorang ibu tak pernah redup,
Menjaga bara hidup dengan sabar.
Ia tahu, pagi ini bukan sekadar waktu,
Tapi panggilan untuk terus bersyukur,
Pada hidup yang kadang terasa hening,
Namun penuh cerita di balik tiap detiknya.
Malam kembali tertidur di pangkuan bumi,
Dan pagi mencuci kaki mereka sekali lagi,
Hidup terus bergulir dalam siklus waktu,
Namun cinta Mama tak pernah beranjak.
Ia adalah cahaya dalam remang kehidupan,
Yang memantik api bagi jiwa-jiwa di rumah,
Pagi dan malam hanyalah nama,
Sedangkan kasih ibu adalah segalanya.
![]() |
Foto: Gonsa Thundang |